Moderasi Beragama dalam Pandangan Buddhis
Moderasi Beragama dalam Pandangan Buddhis
Oleh : Kelly Tan
Hari : Jumat, 8 Agustus 2025
Pendahuluan
Moderasi beragama adalah sikap menempatkan keyakinan dan praktik keagamaan secara seimbang, tidak berlebihan (ekstrem) dan tidak mengabaikan ajaran pokok. Dalam Buddhisme, prinsip ini sejalan dengan ajaran Majjhima Paṭipadā (Jalan Tengah), yang disampaikan langsung oleh Sang Buddha dalam Dhammacakkappavattana Sutta (SN 56.11) sebagai jalan untuk menghindari dua ekstrem: pemanjaan indera (kāmasukhallikānuyoga) dan penyiksaan diri (attakilamathānuyoga).
“Ete te ubho ante anupagamma majjhimā paṭipadā tathāgatena abhisambuddhā…”
(Dengan meninggalkan kedua ekstrem itu, Tathāgata telah merealisasi Jalan Tengah…) — Saṁyutta Nikāya kitab 56, sutta ke-11
Jalan Tengah sebagai Landasan Moderasi
Sang Buddha menguraikan bahwa Jalan Tengah terwujud dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Aṭṭhaṅgika Magga):
- Sammā-diṭṭhi (Pandangan Benar)
Memahami hukum sebab-akibat (kamma) dan Empat Kebenaran Mulia, sehingga mampu melihat perbedaan dengan bijaksana.
- Sammā-saṅkappa (Pikiran Benar)
Menumbuhkan niat tanpa kebencian (abyāpāda saṅkappa) dan tanpa kekerasan (avihiṃsā saṅkappa).
- Sammā-vācā (Ucapan Benar)
Menghindari kebohongan, fitnah, ucapan kasar, dan omong kosong.
“Saccaṁ bhāseyya, na musa…” (Berkatalah benar, jangan dusta. — Dhp 224)
- Sammā-kammanta (Perbuatan Benar)
Tidak membunuh, mencuri, atau berbuat asusila.
- Sammā-ājīva (Mata Pencaharian Benar)
Menghindari pekerjaan yang membahayakan makhluk lain.
- Sammā-vāyāma (Usaha Benar)
Berusaha menumbuhkan kebajikan dan meninggalkan keburukan.
- Sammā-sati (Perhatian Benar)
Sadar penuh terhadap tubuh, perasaan, pikiran, dan fenomena.
- Sammā-samādhi (Konsentrasi Benar)
Mengembangkan ketenangan batin yang membawa welas asih.
Prinsip ini menjadi pedoman bagi umat Buddha untuk hidup tanpa ekstremisme, selaras dengan tujuan membawa kedamaian bagi semua makhluk.
https://kemenag.go.id/buddha/jalan-tengah-yfh46u
Moderasi dalam Kehidupan Sosial Buddhis
Dalam kehidupan sosial, Buddhisme menekankan:
- Toleransi dan penghormatan antaragama
“Na hi verena verāni, sammantīdha kudācanaṁ; averena ca sammanti, esa dhammo sanantano.”
(Kebencian tidak akan pernah berakhir dengan kebencian, hanya dengan cinta kasih ia berakhir. Inilah hukum kekal. — Dhammapada ayat ke- 5)
- Menghindari fanatisme buta yang menutup pintu dialog.
Menjauhkan diri dari sikap terlalu melekat pada keyakinan sendiri sampai menolak mendengar, memahami, atau mempertimbangkan pandangan orang lain.
- Cinta kasih universal (mettā) tanpa diskriminasi.
Menerapkan ajaran mettā di tengah dunia yang semakin global, digital, dan majemuk, tanpa membatasi kasih itu berdasarkan agama, ras, status sosial, orientasi politik, atau latar belakang budaya.
Tantangan Moderasi di Era Modern
Di tengah arus informasi yang cepat, ujaran kebencian dan polarisasi sering kali muncul. Prinsip sati (kesadaran penuh) dan paññā (kebijaksanaan) mengajarkan agar umat Buddha lebih selektif dalam menerima informasi dan bijak dalam menggunakan media sosial. Ucapan yang penuh welas asih dan bermanfaat (sappāya-vācā) menjadi senjata melawan provokasi.
Kesimpulan
Moderasi beragama dalam Buddhisme bukan berarti melemahkan keyakinan, akan tetapi mempraktikkan ajaran dengan bijaksana, seimbang, dan penuh kasih. Prinsip Jalan Tengah dan ajaran cinta kasih universal membuat Buddhisme relevan sebagai kekuatan pemersatu di tengah keberagaman.
Komentar
Posting Komentar